Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Jumlah Si Miskin (7): Politik Angka Kemiskinan

“Saudara-saudara kita yang saat ini tengah bergulat dengan kemiskinan itu sama sekali tak butuh data atau angka, yang mereka butuhkan adalah upaya kita semua untuk membantu mereka keluar dari lembah kemiskinan. Dan, segala upaya itu tidak akan maksimal jika tidak didukung dengan data yang akurat” Pada November 2011, Perkumpulan Prakarsa, sebuah lembaga independen yang berfokus pada studi mengenai pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia, mempublikasikan sebuah  paper  menarik bertajuk  “Kemiskinan Melonjak, Jurang Ketimpangan Melebar.”   Paper  ini ditulis dengan analisis yang begitu bertenaga dan syarat akan data. Salah satu tema yang diulas adalah mengenai “politik angka kemiskinan.” Ada “kekhawatiran” bahwa terkait perhitungan kemiskinan di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) telah dijadikan alat politik oleh pemerintah. Tentu saja, untuk apalagi kalau bukan pencitraan. Kekhawatiran ini memang wajar, mengingat di satu sisi BPS merupakan lembaga bentukan pemerintah

Jumlah Si Miskin (6): Kesalahpahaman Terhadap Garis Kemiskinan Bank Dunia

Dalam penentuan garis kemiskinan internasional—yang telah diulas pada   tulisan sebelumnya , Bank Dunia tidak menggunakan kurs atau nilai tukar ( market exchange rates ) ketika mengkonversi garis kemiskinan setiap negara ke dollar AS. Begitupula ketika menghitung kemiskinan di setiap negara, Bank Dunia juga tidak menggunakan nilai tukar ketika mengkonversi garis kemiskinan internasional—dalam dollar AS—ke mata uang setiap negara. Yang digunakan Bank Dunia sebagai faktor konversi adalah purchasing power parity  (PPP) atau paritas daya beli. Nila tukar tidak dapat digunakan dalam perhitungan kemiskinan karena tidak menggambarkan harga relatif barang dan jasa antar negara atau dengan kata lain tidak menunjukkan daya beli suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar juga menderita “ traded sector bias ,” yakni hanya dipengaruhi oleh harga-harga barang yang diperdagangkan antar negara, tetapi tidak dipengaruhi oleh harga-harga barang yang hanya diperdagangkan secara dom

Jumlah Si Miskin (5): Garis Kemiskinan Bank Dunia

Untuk mengevaluasi progress pencapapain tujuan utama MDGs dan memenangkan perang melawan kemiskinan global, dibutuhkah data kemiskinan yang dapat diperbandingkan antarnegara. Keterbandingan tidak akan tercapai jika yang digunakan adalah data kemiskinan yang dihitung berdasarkan garis kemiskinan pada masing-masing negara ( national poverty lines ). Ini dikarenakan garis kemiskinan pada masing-masing negara bakal berbeda ketika dikonversi ke mata uang yang sama—katakanlah dollar AS. Selain itu, persoalan yang paling mendasar adalah perbedaan pola konsumsi penduduk miskin pada setiap negara. Untuk penyusunan program dan kebijakan pengentasan kemiskinan secara nasional, setiap negara di dunia menggunakan garis kemiskinan yang spesifik. Garis kemiskinan ini merepresentasikan persepsi setiap negara dalam memandang kemiskinan dan sangat dipengaruhi oleh standar hidup di masing-masing negara. Besaran nilai garis kemiskinan akan meningkat seiiring meningkatnya kesejahteraan suat

Jumlah Si Miskin (4): Garis Kemiskinan BPS, Bagaimana Menghitungnya?

Dalam mengukur kemiskinan di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pengeluaran sebagai indikator hidup layak ( well-being ). Garis kemiskinan yang dipakai adalah garis kemiskinan absolut yang didasarkan pada konsep pemenuhan kebutuhan dasar ( basic needs approach ). Dengan demikian, penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan disebut miskin. Dalam prakteknya, garis kemiskinan yang dipakai BPS merupakan hasil penjumlahan garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non-makanan (GNKM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan makanan untuk memenuhi asupan energi sebesar 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Jumlah kalori sebesar ini disumbang oleh 52 jenis komoditi. Padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, dan susu merupakan komoditi dengan kontribusi kalori paling besar. Sementara itu, GKNM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan dasar non-makanan yang mencakup perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket kom

Jumlah Si Miskin (3): Garis Kemiskinan, Bagaimana Menghitungnya?

“Statisticians, especially those in charge of producing “official” figures, have a special role to play in bringing statistics closer to citizens, not only through media, but also by fostering statistical culture.” (Enrico Giovannini). “Jika dikomparasikan dengan ukuran internasional (Bank Dunia), patokan yang dipakai dalam data kemiskinan makro (BPS) masih kurang dari US$ 1. Jika memakai ukuran US$ 1 saja, maka patokan pendapatan penduduk miskin seharusnya Rp 260.000/bulan….Dengan begitu, problem utama dari penghitungan jumlah penduduk miskin adalah menyangkut penentuan batas pendapatan penduduk miskin itu sendiri.  Jika memakai standar baku internasional, maka batas itu sekitar US$ 2/hari atau setara Rp 540.000 (dengan menggunakan asumsi Rp 9000/1 US$).” (Seputar Indonesia, 2/7/2011). Kutipan di atas adalah tulisan seorang pakar ekonomi kondang yang namanya kerap menghiasi kolom opini koran-koran nasional. Sengaja saya kutip untuk menunjukkan bahwa kesalahpahaman terhadap ga