Langsung ke konten utama

Buruh Tani yang Tetap Miskin


Di saat para buruh bersuka cita memeringati hari buruh internasional pada 1 Mei lalu, sebuah pertanyaan mengemuka: apakah para buruh tani juga pantas merayakannya? Faktanya, nasib buruh tani di negeri ini kerap terlupakan di hari buruh. Hari ketika tuntutan perbaikan kesejahteraan dan kenaikan standar pengupahan disuarakan secara lantang dengan cara turun ke jalan.

Padahal, kalau bicara soal kesejahteraan, nasib buruh tani lebih layak untuk disuarakan dan diperjuangkan. Mereka dan keluarganya merupakan salah satu fraksi terbesar penduduk miskin negeri ini, selain petani gurem.

Tak bisa dimungkiri, hingga kini kemiskinan tetap merupakan fenomena sektor pertanian. Pasalnya, sebagian besar penduduk miskin negeri ini tinggal di desa dan menggantungkan hidup pada sektor pertanian, umumnya, sebagai petani atau buruh tani.

Statistik kemiskinan resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari lalu menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin mencapai 27,73 juta orang atau mencakup 10,96 persen dari jumlah total penduduk Indonesia pada September 2014. Mayoritas dari jumlah total penduduk miskin tersebut tinggal di desa dengan persentase mencapai 62,6 persen.

Namun apa daya, para buruh tani adalah kaum marginal di negeri ini. Mereka hanyalah kumpulan orang-orang—paling tinggi tamatan sekolah dasar—yang tidak memiliki kemewahan untuk berserikat, berorganisasi, atau apapun namanya untuk menuntut perbaikan kesejahteraan di ruang publik.

Sebagai pekerja di sektor informal, mereka juga tak punya posisi tawar yang cukup kuat untuk menuntut kenaikan upah. Tak seperti pekerja di sektor formal (karyawan), mereka tak mengenal istilah upah minimum regional (UMR). Jadi, tak usah heran bila upah mereka lebih rendah bila dibandingkan dengan upah pekerja kasar lainnya. Misalnya, upuh buruh bangunan.
Data BPS memperlihatkan, upah harian buruh tani sepanjang tahun 2014 rata-rata hanya sebesar Rp45 ribu. Upah nominal sebesar itu tentu jauh dari cukup untuk menyelamatkan buruh tani dan keluarganya dari jerat kemiskinan.

Sedihnya, bagi buruh tani, hidup kian pelik karena daya beli mereka terus merosot meski pada saat yang sama upah yang mereka terima mengalami kenaikan. Musababnya, kenaikan upah nominal tersebut—yang tak seberapa jumlahnya—tak mampu mengimbangi kenaikan biaya hidup akibat harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung.

Jika pemerintah peduli terhadap kesejahteran buruh tani, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memberi mereka lahan garapan. Tanpa lahan pertanian, mereka yang umumnya memiliki tingkat kapabilitas yang rendah dan minim keahlian serta amat bergantung pada ekonomi usaha tani, bakal sulit keluar dari kubangan kemiskinan.


Pada masa kampanye lalu, salah satu janji yang diobral oleh pasangan Jokowi-JK adalah kepemilikan lahan pertanian untuk 4,5 juta kepala keluarga. Konon, para buruh tani dan petani gurem termasuk yang diprioritaskan dalam rencana bagi-bagi lahan tersebut. Sudah saatnya janji tersebut direalisasikan. Jangan sekadar menjadi ingin surga. Dengan demikian, kesejahteraan para buruh tani dan keluarganya dapat ditingkatkan. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Kemiskinan di Indonesia

Indonesia boleh dibilang memiliki catatan yang cukup mengesankan dalam usaha mengurangi kemiskinan. Gambar 3 dan Tabel 2 secara jelas menunjukkan bahwa secara umum perkembangan persentase penduduk miskin Indonesia selama empat dekade terakhir menunjukkan tren yang menurun. Selama periode 1976-1996, melalui performa pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, yakni dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun, Indonesia telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin yang mencapai 40,1 persen pada pertengahan 1976 hingga hanya mencapai 11,3 persen pada tahun 1996. Menurut Timmer dalam Tambunan (2006), selama periode ini, terdapat beberapa sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk di dalamnya pertumbuhan pesat di sektor pertanian. Kontribusi dominan sektor pertanian berakhir pada penghujung dekade 80an ketika perannya mulai digantikan oleh industri manufaktur. Pada periode ini pula, mulai terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (daerah perdesaan) ke s

Dimensi Kemiskinan di Indonesia

          Jumlah Penduduk Rentan Miskin Cukup Tinggi Melonjaknya angka kemiskinan pada tahun 2006 menunjukkan salah satu dimensi penting kemiskinan di Indonesia, yakni tingginya proporsi penduduk yang hidup dengan pengeluaran di sekitar garis kemiskinan (rentan miskin). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS panel) yang dilakukan BPS pada tahun 2006 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga di Indonesia dengan pengeluaran per kapita per bulan di sekitar garis kemiskinan nasional cukup besar sehingga menjadikan mereka sangat rentan untuk menjadi miskin seandainya terjadi guncangan ekonomi. Jika yang digunakan adalah indikator garis kemiskinan Bank Dunia [2] , yakni sebesar 1 dollar dan 2 dollar PPP per hari, maka persentase penduduk miskin pada tahun 2006 masing-masing adalah 7,4 persen dan 49,0 persen. Tebel 3. Garis Kemiskinan dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun       Sumber GK per Hari GK per Bulan Pers

Catatan Penurunan Kemiskinan 2013

Pada Juni 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis potret kemiskinan kondisi Maret 2013. BPS melaporkan, jumlah penduduk miskin negeri ini mencapai 28,07 juta jiwa atau sekitar 11 ,37 persen dari total penduduk. Jika dibandingkan dengan kondasi Maret tahun lalu, berarti telah terjadi penurunan tipis 0,59 persen atau sebesar 1,06 juta jiwa .  Di tengah luar biasanya energi yang telah dicurahkan pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan, laporan BPS ini kembali mengkonfirmasi, tren penurunan kemiskinan terus berlanjut. Dan sayangnya, dengan kecepatan yang lambat.  Konsekwensinya, sasaran tingkat kemiskinan nasional sebesar 8 hingga 10 persen tahun depan seperti ditetapkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional bakal sulit (baca: mustahil) dicapai. Pasalnya , dampak kenaikan harga BBM Juni lalu dipastikan bakal memicu lonjakan jumlah penduduk miskin minimal 1 persen pada 5-6 bulan mendatang.  Dalam beberapa tahun terakhir, kin