Langsung ke konten utama

Di Balik Angka Kemiskinan


Untuk pertama kalinya sejak tahun 1984, pada tahun 2011 lalu Badan Pusat Statistik (BPS) dua kali menghitung jumlah penduduk miskin dalam satu tahun. Sebelumnya, penghitungan jumlah penduduk miskin hanya dilakukan BPS pada bulan Februari/Maret. Dan sejak tahun 2011, selain pada bulan Maret penghitungan jumlah penduduk miskin juga dilakukan pada bulan September.

Hasil penghitungan jumlah penduduk miskin pada September 2011 baru saja dirilis tiga hari yang lalu (2/1). Dalam rilis tersebut BPS menyebutkan, jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2011 diperkirakan sebanyak 29,89 juta orang  atau sekitar 12,36 persen dari total populasi. Jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2011 di mana jumlah penduduk miskin kala itu diperkirakan mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), itu artinya telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 130 ribu orang atau 0,13 persen selama periode Maret-September 2011.

Mengecewakan
Saya kira, ini adalah sebuah hasil yang mengecewakan dari upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan selama ini, dan tidak berlebihan kiranya kalau dianggap sebagai indikator buruknya kinerja pemerintahan saat ini dalam mengentaskan kemiskinan. Betapa tidak. Enam bulan tentu bukanlah waktu yang singkat. Seharusnya, dengan waktu setengah tahun itu capaian pemerintahdengan segala rupa program pengentasan kemiskinannya yang berlapis (4 klaster) dan menelan biaya yang tidak sedikit itulebih baik lagi. Hanya 130 ribu orang tentulah teramat kecil dan sama sekali tidak memuaskan.

Buruknya kinerja pemerintah dalam pengentasan kemiskinan semakin terang dan jelas bagi kita ketika menelaah ke mana larinya 130 ribu orang penduduk miskin yang telah berubah status itu. Mudah untuk diduga, tak mungkin meleset, bahwa mereka sebetulnya hanya bergeser sedikit di atas Garis Kemiskinan (GK). Dengan lain perkataan, mereka hanya menambah jumlah penduduk hampir miskin negeri ini yang terus bertambah selama tiga tahun terakhir (lihat peraga di atas).

Inilah sebetulnya yang juga terjadi ketika BPS melaporkan bahwa sepanjang periode Maret 2010-Maret 2011 lalu  telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 1 juta orang. Yang satu 1 juta orang itu sebetulnya tidak berubah menjadi sejahtera. Mereka hanya berubah status menjadi hampir miskin, yang pada tahun 2011 lalumenurut hasil hitungan BPSdiperkirakan jumlahnya telah menembus angka 27,12 juta orang.

Frasa ‘hampir miskin’ (near poor) secara kuantitaf menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat kesejahteraan mereka tidak terlalu signifikan berbeda dengan penduduk miskin. Terlepas dari konsep yang digunakan BPS dalam menetapkan siapa ‘si miskin’ (poor), tidak salah kalau kita menyatakan bahwa merekayang hampir miskin itusejatinya juga miskin. Karena kenyataannya, sehari-hari kondisi kesejahteraan mereka tidak jauh berbeda, bahkan sama dengan ‘si miskin’. Mengapa bisa demikian? Jawabannya: karena secara rata-rata pengeluaran per kapita mereka hanya berselisih tidak kurang 20 persen dari GK yang menyababkan mereka ‘selamat’ dari kategori miskin (lihat peraga di bawah).

Kronik dan kurang berkualitas
Melambatnya penurunan jumlah penduduk miskin merupakan indikasi kuat kroniknya (chronic poverty) kondisi kemiskinan yang dialami oleh sekitar 30 juta penduduk negeri ini. Yang menyebabkan mereka begitu sulit keluar dari jerat kemiskinan. Mereka adalah orang-orang yang termarginalkan dalam kehidupan sosialnya, berpendidikan rendah dan tak memiliki keahlian, tak memiliki akses terhadap faktor produksi, serta petani gurem atau buruh tani di perdesaan. Tidak sedikit diantara mereka terkategorikan sangat miskin (poorest of the poor)menurut konsep BPSdengan pengeluaran per kapita sangat jauh lebih kecil dari GK. Dan berbagai program pengentasan kemiskinan berlapis pun akan sulit mengeluarkan mereka dari jerat kemiskinan.

Lambatnya penurunan jumlah penduduk miskin juga merupakan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini belum berkualitas. Jauh dari yang namanya pro-poor, karena sebagian besar hanya dinikmati oleh sebagian kecil kelompok penduduk negeri ini, yang pastinya bukan penduduk miskin. Mereka adalah orang-orang yang memiliki akses terhadap faktor produksi. Dengan lain perkataan, pertumbuhan yang terjadi tidak diikuti adanya pemerataan (growth with equity). Ini ditunjukan oleh nilai Indeks Gini yang terus menigkat selama beberapa tahun terakhir.

Dengan membandingkan angka-angka pertumbuhan ekonomi dan angka-angka kemiskinan yang ada selama ini, sudah cukup menjadi bukti rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi yang kerap kali dibanggakan oleh pemerintah itu. Jika menengok data BPS, sepanjang triwulan II dan III 2011 (periode April-September) secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5 persen. Padahal pada periode yang hampir sama, yakni sepanjang Maret-September 2011, jumlah penduduk miskin hanya berkurang sebesar 130 ribu orang atau sekitar 0,13 persen. Itu artinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi memiliki dampak yang lemah dan tidak terlalu signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin.

Tidak ada yang salah dengan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bahkan sudah seperti itulah seharusnya. Tetapi alangkah lebih elok tentunya, kalau angka-angka pertumbuhan ekonomi yang mengesankan itu juga dibarengi dengan penurunan jumlah penduduk miskin yang juga mengesankan.(*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Kemiskinan di Indonesia

Indonesia boleh dibilang memiliki catatan yang cukup mengesankan dalam usaha mengurangi kemiskinan. Gambar 3 dan Tabel 2 secara jelas menunjukkan bahwa secara umum perkembangan persentase penduduk miskin Indonesia selama empat dekade terakhir menunjukkan tren yang menurun. Selama periode 1976-1996, melalui performa pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, yakni dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun, Indonesia telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin yang mencapai 40,1 persen pada pertengahan 1976 hingga hanya mencapai 11,3 persen pada tahun 1996. Menurut Timmer dalam Tambunan (2006), selama periode ini, terdapat beberapa sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk di dalamnya pertumbuhan pesat di sektor pertanian. Kontribusi dominan sektor pertanian berakhir pada penghujung dekade 80an ketika perannya mulai digantikan oleh industri manufaktur. Pada periode ini pula, mulai terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (daerah perdesaan) ke s

Dimensi Kemiskinan di Indonesia

          Jumlah Penduduk Rentan Miskin Cukup Tinggi Melonjaknya angka kemiskinan pada tahun 2006 menunjukkan salah satu dimensi penting kemiskinan di Indonesia, yakni tingginya proporsi penduduk yang hidup dengan pengeluaran di sekitar garis kemiskinan (rentan miskin). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS panel) yang dilakukan BPS pada tahun 2006 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga di Indonesia dengan pengeluaran per kapita per bulan di sekitar garis kemiskinan nasional cukup besar sehingga menjadikan mereka sangat rentan untuk menjadi miskin seandainya terjadi guncangan ekonomi. Jika yang digunakan adalah indikator garis kemiskinan Bank Dunia [2] , yakni sebesar 1 dollar dan 2 dollar PPP per hari, maka persentase penduduk miskin pada tahun 2006 masing-masing adalah 7,4 persen dan 49,0 persen. Tebel 3. Garis Kemiskinan dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun       Sumber GK per Hari GK per Bulan Pers

Pertanyaan Tentang Kemiskinan dari Mentawai

Suatu tempo, seorang sahabat nun di Pulau Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), melayangkan sejumlah pertanyaan terkait penghitungan angka kemiskinan kepada saya via Facebook. Uda bermarga Koto kelahiran Medan, Sumatera Utara, itu minggu depan akan presentasi di depan Bupati Kepulauan Mentawai dan Kepala SPKD. Dia khawatir bakal dicecar sejumlah pertanyaan terkait kemiskinan oleh Pak Bupati dan kawan-kawannya. Maklum, dia menjabat sebagai pelaksana tugas Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik (Nerwilis) di kantornya, BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang hampir saban hari diteror ancaman gempa dan tsunami itu. Tidak main-main, penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indikator Kesejahteraan Sosial (Inkesra) menjadi tanggungjawabnya. " Ane pegang Inkesra ama PDRB, boss...." seperti itu kalimat yang dia tuliskan dalam pesannya. Jujur, saya terkagum-kagum kala membacanya. Hebat nian kawan yang satu ini. Kecil-kecil sudah jadi pejabat dan presenta