Langsung ke konten utama

Jumlah Si Miskin (5): Garis Kemiskinan Bank Dunia


Untuk mengevaluasi progress pencapapain tujuan utama MDGs dan memenangkan perang melawan kemiskinan global, dibutuhkah data kemiskinan yang dapat diperbandingkan antarnegara.

Keterbandingan tidak akan tercapai jika yang digunakan adalah data kemiskinan yang dihitung berdasarkan garis kemiskinan pada masing-masing negara (national poverty lines). Ini dikarenakan garis kemiskinan pada masing-masing negara bakal berbeda ketika dikonversi ke mata uang yang sama—katakanlah dollar AS. Selain itu, persoalan yang paling mendasar adalah perbedaan pola konsumsi penduduk miskin pada setiap negara.

Untuk penyusunan program dan kebijakan pengentasan kemiskinan secara nasional, setiap negara di dunia menggunakan garis kemiskinan yang spesifik. Garis kemiskinan ini merepresentasikan persepsi setiap negara dalam memandang kemiskinan dan sangat dipengaruhi oleh standar hidup di masing-masing negara.

Besaran nilai garis kemiskinan akan meningkat seiiring meningkatnya kesejahteraan suatu negara. Karena itu, garis kemiskinan pada masing-masing negara bakal berbeda meskipun didasarkan pada metodologi atau cara penghitungan yang sama.

Dengan demikian, untuk melakukan perbandingan kemiskinan antarnegara secara konsisten dan apple-to-apple dibutuhkan suatu garis kemiskinan umum yang dapat diterapkan pada semua negara. Dengan garis kemiskinan umum ini, mereka yang dianggap miskin di Amerika Serikat atau Eropa juga akan dianggap miskin di Indonesia, Somalia, dan negara-negara lain di dunia. Garis kemiskinan inilah yang kemudian disebut sebagai garis kemiskinan antar bangsa/internasional (international poverty line).

Bagaimana ditentutakan?
Garis  kemiskinan internasional dinyatakan dalam suatu mata uang tunggal (common currency), yakni dollar Amerika Serikat. Dollar AS dipilih sebagai acuan (banchmark) karena mata uang ini dapat diterima di hampir semua negara.

Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari. Artinya, yang dianggap miskin di dunia ini—di negara manapun individu tersebut berada—adalah yang memiliki pengeluaran kurang dari  1,25 dollar AS per hari.

Penentuan garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari didasarkan pada garis kemiskinan 75 negara (less-developed countries dandeveloping countries) —termasuk Indonesia—yang dikumpulkan oleh Bank Dunia sepanjang tahun 1990—2005. Sebagian besar garis kemiskinan tersebut ditentukan dengan menggunakan metode penghitungan yang sama, yakni metode biaya pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach). Sekedar informasi, garis kemiskinan Indonesia yang digunakan oleh Bank Dunia adalah garis kemiskinan tahun 1999.

Untuk menghitung garis kemiskinan internasional, Bank Dunia mengkonversi garis kemiskinan 75 negara tersebut—yang dinyatakan dalam mata uang masing-masing negara—ke dollar AS. Selanjutnya, dengan menggunakan teknik statistik tertentu (analisis regresi), para peneliti Bank Dunia menemukan bahwa rata-rata garis kemiskinan untuk 15 negara termiskin (less-developed countries ) adalah sebesar 38 dollar AS per kapita per bulan atau sekitar 1,25 dollar AS per kapita per hari. Berdasarkan temuan ini, Bank Dunia kemudian menetapkan bahwa garis kemiskinan internasional sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari.

Karena merupakan rata-rata garis kemiskinan dari 15 negara termiskin—dari 75 negara yang diikutkan dalam penghitungan, garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari boleh dibilang hanya mengukur kemiskinan dari perspektif negara-negara miskin. Karena itu,Bank Dunia juga menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar 2 dollar AS per kapita per hari yang merupakan median (nilai tengah) dari garis kemiskinan seluruh  negara berkembang (developing countries).

Garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari merupakan revisi atau penyempurnaan terhadap garis kemiskinan internasional yang digunakan Bank Dunia sebelumnya, yakni sebesar 1,08 dollar AS per kapita per hari. Garis kemiskinan sebesar 1,08 dollar AS merupakan hasil revisi terhadap garis kemiskinan sebelumnya: 1 dollar AS per kapita per hari.

Sejatinya data BPS
Setelah garis kemiskinan internasional ditentukan (1,25 dollar AS dan 2 dollar AS), langkah selanjutnya adalah menerapkan garis kemiskinan tersebut ke setiap negara untuk memperoleh data kemiskinan yang dapat diperbandingkan secara global.

Secara teknis, ini dilakukan dengan mengkonversi garis kemiskinan internasional—katakanlah 1,25 dollar AS—ke mata uang masing-masing negara kemudian menerapkannya pada basis data pengeluaran (konsumsi) rumah tangga yang dihasilkan melalui survei rumah tangga (household survey) di setiap negara untuk mengestimasi proporsi penduduk miskin dan indikator kemiskinan lainnya.

Di Indonesia, basis data pengeluaran yang digunakan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang diselenggarakan BPS. Dengan demikian, kala menghitung penduduk miskin di Indonesia, Bank Dunia sejatinya menggunakan data BPS. Metodologinya pun serupa. Yang berbeda hanyalah garis kemiskinan yang digunakan. Di sini, Bank Dunia tidak menggunakan garis kemiskinan BPS, tetapi garis kemiskinan internasional. Bukan karena garis kemiskinan BPS terlalu rendah tetapi untuk keterbandingan secara internasional.

Bank Dunia tidak pernah sekali pun menyatakan bahwa garis kemiskinan yang digunakan BPS tidak layak atau terlalu rendah. Bank Dunia juga tidak pernah sekalipun menyatakan bahwa garis kemiskinan yang paling cocok untuk menghitung kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 1,25 dollar AS atau 2 dollar AS per kapita per hari.

Sebetulnya, terkait perhitungan kemiskinan di Indonesia, BPS telah konsisten melakukannya sejak tahun 1984 dengan menggunakan basis data SUSENAS. Itulah sebab, dalam beberapa tahun terakhir, BPS telah menjadi rujukan banyak negara dan dipercaya oleh United Nations-Statistical Institute for Asia and Pacific (UN-SIAP) untuk menjadi pusat training perhitungan kemiskinan di Asia-Pasifik. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Kemiskinan di Indonesia

Indonesia boleh dibilang memiliki catatan yang cukup mengesankan dalam usaha mengurangi kemiskinan. Gambar 3 dan Tabel 2 secara jelas menunjukkan bahwa secara umum perkembangan persentase penduduk miskin Indonesia selama empat dekade terakhir menunjukkan tren yang menurun. Selama periode 1976-1996, melalui performa pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, yakni dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun, Indonesia telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin yang mencapai 40,1 persen pada pertengahan 1976 hingga hanya mencapai 11,3 persen pada tahun 1996. Menurut Timmer dalam Tambunan (2006), selama periode ini, terdapat beberapa sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk di dalamnya pertumbuhan pesat di sektor pertanian. Kontribusi dominan sektor pertanian berakhir pada penghujung dekade 80an ketika perannya mulai digantikan oleh industri manufaktur. Pada periode ini pula, mulai terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian (daerah perdesaan) ke s

Dimensi Kemiskinan di Indonesia

          Jumlah Penduduk Rentan Miskin Cukup Tinggi Melonjaknya angka kemiskinan pada tahun 2006 menunjukkan salah satu dimensi penting kemiskinan di Indonesia, yakni tingginya proporsi penduduk yang hidup dengan pengeluaran di sekitar garis kemiskinan (rentan miskin). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS panel) yang dilakukan BPS pada tahun 2006 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga di Indonesia dengan pengeluaran per kapita per bulan di sekitar garis kemiskinan nasional cukup besar sehingga menjadikan mereka sangat rentan untuk menjadi miskin seandainya terjadi guncangan ekonomi. Jika yang digunakan adalah indikator garis kemiskinan Bank Dunia [2] , yakni sebesar 1 dollar dan 2 dollar PPP per hari, maka persentase penduduk miskin pada tahun 2006 masing-masing adalah 7,4 persen dan 49,0 persen. Tebel 3. Garis Kemiskinan dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun       Sumber GK per Hari GK per Bulan Pers

Catatan Penurunan Kemiskinan 2013

Pada Juni 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis potret kemiskinan kondisi Maret 2013. BPS melaporkan, jumlah penduduk miskin negeri ini mencapai 28,07 juta jiwa atau sekitar 11 ,37 persen dari total penduduk. Jika dibandingkan dengan kondasi Maret tahun lalu, berarti telah terjadi penurunan tipis 0,59 persen atau sebesar 1,06 juta jiwa .  Di tengah luar biasanya energi yang telah dicurahkan pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan, laporan BPS ini kembali mengkonfirmasi, tren penurunan kemiskinan terus berlanjut. Dan sayangnya, dengan kecepatan yang lambat.  Konsekwensinya, sasaran tingkat kemiskinan nasional sebesar 8 hingga 10 persen tahun depan seperti ditetapkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional bakal sulit (baca: mustahil) dicapai. Pasalnya , dampak kenaikan harga BBM Juni lalu dipastikan bakal memicu lonjakan jumlah penduduk miskin minimal 1 persen pada 5-6 bulan mendatang.  Dalam beberapa tahun terakhir, kin